ETIKA BISNIS
Model etika
dalam bisnis, sumber nilai etika dan faktor-faktor yang mempengaruhi etika
manajerial
Kelompok :
10
(Sepuluh)
Nama/Npm
: Sakha Kautsar
/16212790)
: Ernita
/12212545)
: Muhammad Ridanto/15212056)
Kelas
: 4EA23
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
Model Etika Dalam Bisnis
Carroll dan
Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49) membagi tiga tingkatan manajemen dilihat
dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan etika dalam bisnisnya :
1) Immoral
Manajemen
Immoral manajemen merupakan
tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika
bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak
mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal
organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku
bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan
dan kelengahan- kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan
diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini
selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai
batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
2) Amoral
Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi
etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral
manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak
tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral
ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional
amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa
dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak
langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan
menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah
memiliki dimensi etika atau belum.
Manajer tipe ini mungkin saja
punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas
bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti
ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan
hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja
berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan
etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika
tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin
melakukan efisiensi dan lain-lain.Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan
bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis.
Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan
etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74)
mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika
adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai
berikut :
· Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang
mengutamakan dan mendahulukan kepentinganego-pribadi. Bisnis diperlakukan
seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam
kehidupan sosial pada umumnya.
· Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan
sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak
menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang
menghasilkan segala cara.
·
Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara
legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law
enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan
bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka)
dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut
mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup- tutupi tidak mau menjadi
“agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang- buang waktu, dan
mematikan usaha mencapai laba.
3) Moral
Manajemen
Tingkatan tertinggi dari
penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen.
Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level
standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer
yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang
berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam
kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan
dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan
juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan,
kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka
dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan
tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai
tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan
prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas
(golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.
Sumber nilai etika
Secara garis
besar dimanapun kita berada maka kita akan dihadapkan pada 4 hal yang dipandang
sebagai sumber nilai-nilai etika dalam komunitas, yaitu :
1. Agama
Agama adalah sumber dari
segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tidak ada
keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama.
Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau
etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan
beragama yang baik akan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula.
Orang-orang dalam organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq,
tabligh, amanah dan fathanah.
2. Filsafat
Sumber utama nilai-nilai etika
yang dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan
pengendalian perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya adalah
filsafat. Ajaran-ajaran filsafat tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran yang
bersumber dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
3. Budaya
Referensi penting lainnya yang
dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan
budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari
berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan
nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas
tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok
atau suatu komunitas yang lebih besar.
4. Hukum
Hukum merupakan aturan hidup
yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas
dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai nilai-nilai
etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena
kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk mencapai
kebahagiaan.
Selain hukum moral yang
biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan informasi semata,
etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada suatu daerah,
negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika
ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur serta mendorong perbaikan
masalah yang dipandang buruk atau baik dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga
saat ini kita masih menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di
Indonesia.
Faktor Yang Mempengaruhi Etika Manajerial
·
Leadership
Satu hal penting dalam
penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership.
Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh
seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin
haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya,
dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang
pemimpin dalam penerapan etika bisnis ini.
Kepemimpinan yang baik dalam
bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan
batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role
model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk
terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan teraktualisasi.
·
Strategi dan Performasi
Fungsi yang penting dari
sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat
persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari
sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika.
Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan
target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena
keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan
seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan
cara yang jujur.
·
Karakter Individu
Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah
karena peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam
perusahaan tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi
pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas
bisnisnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi karakter individu.
Faktor–faktor tersebut yang pertama adalah pengaruh
budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruhnilai- nilai yang dianut dalam
keluarganya. Faktor yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya
yang diciptakan di tempat kerjanya. Faktor yang ketiga adalah berhubungan
dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa kondisi politik dan hukum, serta
pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Kesemua faktor ini juga akan terkait
dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut
yang terwujud dari tingkah lakunya.
·
Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah suatu
kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi
karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi
etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi
juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi
perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang
bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas.
Budaya-budaya perusahaan inilah
yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang
dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan
dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi
perusahaan. Banyak hal- hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya
dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank selalu
membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti selamat
pagi ibu…selamat sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai- nilai
sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari
perusahaan.
http://namakughalib.blogspot.co.id/2015/10/model-etika-dalam-bisnis-sumber-nilai.html
https://sitinovianti.wordpress.com/2015/10/24/model-etika-dalam-bisnis-sumber-nilai-etika-dan-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-etika-manajerial/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar